Selamat Datang dan selamat bergabung dengan Angel's Botanical

Selamat Datang dan selamat bergabung dengan Angel's Botanical



Kami dengan bangga menyambut para millis untuk bergabung dan berinteraksi dengan perusahaan kami.

Harapan Kami,Kita akan bisa bekerjasama dan menjadi sukses.



Sabtu, 18 September 2010

Bisnis Emas Sabut Kelapa


“Emas yang terbuang” begitulah kata-kata yang pas disematkan kepada sabut kelapa, lho kok bisa , jawabnya adalah BENAR. Serius, ini adalah peringatan kepada kita yang sering mengabaikan potensi bernilai emas ini.
Betapa tidak, coba anda perhatikan, berapa banyak sabut kelapa yang terbuang, atau anda bakar. Kalau ingin bukti, silahkan jalan-jalan, minimal ke lokasi yang banyak menjual es degan, bekas degan hanya ditumpuk, lalu dimasukkan ke dalam bak sampah. Selesai sudah, Emas terbuang
Kalau dibakar untuk menghasilkan energi panas, masih lumayanlah, masih ada manfaat, seperti yang dilakukan oleh petani Kopra, mereka mengambil buahnya, kulitnya dibakar untuk mengeringkan daging. Namun saya kira, cara ini pun tidak mendidik masyarakat, karena sebenarnya cara kopra hanya menguntungkan pengusaha besar saja, petani hanya dapat untung kecil. Coba kalau petani kopra diajari membuat minyak kelapa sendiri yang bernilai minyak kelapa Premium. Harganya pasti akan jauh lebih mahal, dan untungnya dapat lebih. Hingga sebutan “Minyak Kampung” akan hilang dari minyak kelapa. (ehem : Saya siap mengajari petani membuat minyak kelapa Premium )
Kembali ke sabut kelapa, di Sulawesi dan Sumatera yang merupakan penghasil kelapa terbesar di Indonesia, pemanfaatan kelapa baru sebatas kopra. Ingin bukti, silahkan datangi Kantor dinas pertanian atau perkebunan setempat. Derivasi produk belum maksimal. Hanya beberapa daerah saja yang telah berhasil mengembangkan variasi produknya, seperti Lampung, yang telah berhasil menjadi eksportir sabut. Cuma tetap masih disayangkan, baru sebatas sabut, atau tali tampar (tali sabut kelapa). Padahal, wuih… dari sabut kelapa dapat menjadi Tambang Emas yang menjanjikan.
Sekarang, kita akan membedah satu persatu, apa benar sabut kelapa adalah Tambang Emas yang menjanjikan. hmmm.. jadi gak sabar
Begini, bangsa ini memang harus dididik menjadi bangsa yang cerdas, supaya tambang emas ini bisa dikelola sendiri.
Dari sabut kelapa, dapat diurai menjadi produk bernilai eksport dengan harga yang Wah.. seperti, Cocofiber (serat sabut kelapa), dan Cocopeat (Serbuk sabut kelapa). Kedua produk ini adalah “Emas Mentah” kalau dipoles dan diolah lebih lanjut, hmmm… jadi bisnis yang menggiurkan. sekedar info saja, (kalau mau cara enteng dapat untung, ini nih cara yang sering dilakukan bangsa kita, benar gak…? jawab sendiri saja ya). Ekspor Cocofiber ke luar negeri gak ada matinya, negerinya si Jet Li, menerima all grade cocofiber dengan harga $ US 250 per ton, tak terbatas, berapa pun mereka terima. pengusaha lokal saja, belum bisa memenuhi permintaannya. belum lagi Negerinya Michael Schumacer, German dan rata-rata pasar eropa dan Amerika membutuhkan Cocofiber dalam jumlah BESAR.
Hal sama juga dengan Cocopeat (Serbuk sabut kelapa), Brrr…. Bisnis ini dapat menggeber pendapatan kantong kita, aplikasi dari produk ini bisa sebagai media tanam, pelapis lapangan golf, pupuk dan lain sebagainya.
Dalam tulisan berikutnya saya akan membedah, Tambang Emas Sabut kelapa, menjadi US $ Dolar dan Rupiah (Rp), khususnya produk turunan dari Cocofiber dan Cocopeat.

Produksi Kopra Putih

Produksi Kopra Putih Meningkatkan Nilai Tambah Bagi PetaniTeknologi Industri Tagged , Mei 6th, 2010
Pohon kelapa merupakan tanaman yang banyak ditemukan di wilayah provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat di wilayah provinsi tersebut sudah sejak lama terbiasa dalam membudidayakan kelapa sebagai salah satu sumber pendapatan utama mereka.
Dari tanaman kelapa itulah mereka bisa memperoleh pendapatan untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk membiayai sekolah anak-anak mereka.Tanaman kelapa sendiri termasuk tanaman yang cukup istimewa. Karena, hampir seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membuat berbagai produk kebutuhan sehari-hari. Daun kelapa dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu lidi, sedangkan dari bunga kelapa dapat disadap niranya yang kemudian dapat diproses menjadi gula kelapa. Kayu kelapa yang berasal dari batang pohon kelapa kini banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan disamping sebagai bahan baku untuk pembuatan furniture.
Dari buah kelapa, masyarakat dapat memanfaatkan sabut kelapa untuk memproduksi berbagai barang kerajinan seperti kemoceng, tambang sabut kelapa atau keset sabut kelapa. Belakangan, sabut kelapa yang dikombinasi dengan lateks karet banyak dimanfaatkan untuk membuat busa sabut kelapa untuk pembuatan jok mobil, kasur atau matras dan lain-lain. Sementara itu, batok kelapa yang memiliki karakteristik yang sangat khas dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai barang kerajinan seperti mulai dari kancing, manik-manik, berbagai jenis asesoris, hiasan interior, piring, taplak meja hingga ubin batok kelapa yang sangat indah.
Daging buah kelapanya sendiri sudah sejak lama dimanfaatkan masyarakat untuk memproduksi santan kelapa yang banyak dibutuhkan untuk kebutuhan memasak sebagai bumbu dapur. Santan kelapa juga dapat diproses lebih lanjut menjadi minyak goreng kelapa (klentik) yang memiliki aroma yang sangat khas. Selain dapat diparut untuk diambil santannya, daging buah kelapa juga dapat diproses terlebih dahulu menjadi kopra. Kopra sendiri merupakan bahan baku utama untuk pembuatan minyak kopra. Baik kopra maupun minyak kopra selama ini menjadi komoditi dagang yang banyak dicari importir dari mancanegara.
Di luar negeri kopra umumnya dipergunakan sebagai bahan dasar bagi industri minyak kopra atau minyak kelapa (coconut oil) dan lemak. Namun demikian, dalam industri minyak kelapa dan lemak, kualitas kopra sangatlah menentukan kualitas produk akhir minyak kelapa dan lemak yang dihasilkan. Sementara kualitas kopra sangat ditentukan oleh proses pengeringan untuk mencapai tingkat kadar air yang diinginkan. Karena itu, proses pengeringan merupakan salah satu tahap kritis dalam proses penanganan pasca panen buah kelapa. Mengingat pentingnya proses pengeringan dalam memperoleh kopra berkualitas tinggi, Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Manado menaruh perhatian yang sangat besar terhadap proses pengeringan dalam pembuatan kopra dari daging buah kelapa.
Dengan dasar pertimbangan itulah, Baristand Industri Manado kemudian mencoba merancang sebuah alat pengering daging buah kelapa yang dapat menghasilkan kopra berkualitas tinggi yang disebut dengan Kopra Putih. Upaya Baristand Industri Manado tersebut telah menghasilkan sebuah alat yang disebut dengan Alat Pengering (Tungku) Kopra Putih ‘mobile’ yang beberapa unit diantaranya sudah lulus tahap uji coba dan kini siap untuk didiseminasikan kepada kalangan petani kelapa. Tungku pengering kopra putih ini sangat dibutuhkan kalangan petani kelapa karena dapat meningkatkan nilai tambah kopra melalui peningkatan kualitas kopra yang dihasilkan. Bagi petani sendiri meningkatnya mutu kopra berarti meningkatnya pendapatan sebab kopra berkualitas tinggi dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Sebagai contoh, kopra asap (kopra yang dikeringkan dengan metode pengasapan) selama ini di pasaran dijual dengan harga Rp 6.000-Rp 7.000 per kg, sedangkan kopra putih dapat dijual dengan harga Rp 12.000 per kg.Kualitas kopra putih jauh lebih baik dari kualitas kopra asap karena kopra putih memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan kopra asap. Kelebihan itu diantaranya kopra putih memiliki kadar air yang cukup rendah hingga 5%-6%, kopra putih relatif bebas dari serangan cendawan dan warnanya jauh lebih putih dan bersih. Kopra putih juga bebas dari aroma yang ditimbulkan dari proses pengasapan sehingga aroma asli kopranya jauh lebih dominan. Dengan kualitas seperti itu, kopra putih jauh lebih disukai oleh kalangan industri pengolahan kopra karena minyak kelapa yang dihasilkan sangat jernih dengan kualitas yang sangat tinggi.
Tungku pengering sistem ‘mobile’ hasil rancangan Baristand Industri Manado ini mampu menghasilkan kopra putih berkualitas tinggi karena pada prinsipnya proses pengeringan tidak dilakukan dengan cara memanaskan daging buah kelapa secara langsung dengan menggunakan api. Namun dengan cara mengeringkan daging buah kelapa melalui pemanasan udara. Cara pengeringan dengan menggunakan pemanasan udara ini dapat mencegah kontak langsung antara gas-gas hasil pembakaran (asap) dengan daging buah kelapa.
Di dalam alat pengering tersebut terdapat rak-rak logam tempat menyimpan/menyusun daging buah kelapa yang akan dikeringkan. Selanjutnya udara panas yang dihasilkan dari pembakaran gas LPG di luar rak dialirkan ke dalam ruangan pemanas yang terdiri dari rak-rak logam berisi tumpukan/susunan daging buah kelapa.
Secara umum dapat diilustrasikan bahwa tungku (alat) pengering kopra putih hasil rancangan Baristand Industri Manado berbentuk kotak (segi empat) dengan ukuran panjang 360 cm X lebar 130 cm X tinggi 200 cm. Di dalam kotak pengering itu terdapat blower, kipas angina, elpiji, selang dan rak daging buah kelapa. Sedangkan di luar kotak pengering terdapat panel listrik, exhausting, ban bola, tuas penarik tungku, tabung elpiji, pintu kotak pengering untuk masuk keluarnya bahan baku dan saklar on/off (untuk elpiji, blower dan kipas).Tungku pengering kopra putih sistem ‘mobile’ tersebut memiliki kapasitas sebesar 1.200 butir kelapa dengan lama pengeringan 18 jam untuk satu tabung elpiji.Suhu ruang pengeringan selama proses pengeringan berlangsung rata-rata berkisar antara 66°C sampai 80°C. Kopra putih yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan Tungku Pengering Kopra Putih telah terbukti memiliki kualitas yang sangat baik. Hasil analisis mutu kopra putih yang dilakukan Baristand Industri Manado menunjukkan bahwa mutu kopra putih sangat prima dan memenuhi kriteria Standard Nasional Indonesia (SNI).
Disadur dari : Media Industri (No.3.2008) Departemen Perindustrian RI

Minggu, 15 Maret 2009

2009, Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar

2009, Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar
Rabu, 11 Feb 2009 - Sumber: Brigita Maria Lukita, kompas.com - Baca 163 x - Baca: Mar 15 2009

Indonesia menargetkan untuk menjadi penghasil rumput laut terbesar dunia mulai 2009. Hal itu dilakukan karena Indonesia memiliki keunggulan dalam produksi rumput laut dunia. Meski demikian, upaya itu hingga kini terkendala daya saing industri yang lemah.

Direktur Investasi dan Usaha Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Widodo Farid Ma'ruf di Jakarta, mengatakan, produksi rumput laut Indonesia memiliki keunggulan wilayah tropis sebagai penghasil rumput laut.

Beberapa jenis rumput laut yang potensial dikembangkan untuk mendukung industri antara lain Gracillaria untuk penghasil agar-agar, Eucheuma untuk karaginan, dan Sargassum untuk alginal atau bahan obat-obatan.

Hingga kini pasar rumput laut Indonesia belum optimal karena sebagian besar produk masih dijual dalam bentuk bahan dasar. Berdasarkan data statistik ekspor hasil perikanan 2006, ekspor rumput laut sebesar 95.588 ton , dengan nilai sebesar 49.586.226 dollar AS.

Widodo mengatakan, pemerintah akan menerapkan klaster budidaya rumput laut mulai tahun ini untuk meningkatkan konsentrasi produksi rumput laut. Beberapa wilayah yang disiapkan antara lain Gorontalo, Sumenep (Jawa Timur), Dompu (Lombok Timur), Banten, dan Pangkep.

Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara Shiddiq Moeslim, mengatakan, upaya meningkatkan produksi rumput laut harus diarahkan dengan melihat kebutuhan rumput laut dunia, dan peningkatan industri yang menghasilkan produk akhir.

Akan tetapi, industri pengolahan hasil perikanan saat ini stagnan. Akibatnya, Indonesia hanya memiliki bahan baku, tetapi sulit meningkatkan nilai tambah. Hal itu diperparah dengan penguasaan teknologi yang minim.

Direktur Pengolahan Hasil DKP, Achmad Poernomo mengatakan, upaya industrialisasi perikanan masih menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya kesulitan bahan bakar, seiring mahalnya harga BBM. Sementara itu, pasokan bahan baku belum memadai dalam kualitas dan kuantitas. Karena itu, diperlukan koordinasi lintas sektor dan instansi pemerintah untuk mendorong industrialisasi di sektor perikanan.
Di input oleh irsyadi

DKP Menargetkan Kinerja Ekspor Rumput Laut Naik

DKP Menargetkan Kinerja Ekspor Rumput Laut Naik
Rabu, 11 Mar 2009 - Sumber: www.kontan.co.id - Baca 60 x - Baca: Mar 15 2009

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan, volume ekspor rumput laut tahun ini mencapai 50.000 ton atau senilai US$ 46 juta. Angka ini naik dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 48.000 ton atau senilai US$ 44 juta.

Selama ini, ekspor rumput laut terbesar masih dalam bentuk primer atau bahan baku. Pasar ekspor rumput laut Indonesia adalah China, Korea, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Umumnya, mereka membutuhkan rumput laut sebagai bahan makanan, obat, dan kosmetik.

DKP yakin, permintaan rumput laut di pasar ekspor akan terus meningkat. Pemerintah berharap, ke depan, ekspor tidak lagi dalam bentuk primer. Tapi, minimal dalam bentuk chip (ekstrak). "Hal ini bisa tercapai melalui pembentukan kluster rumput laut di Indonesia," kata Martani Huseini, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP, Senin (9/3).

Selama ini, ekspor rumput laut menyumbang 36% dari total ekspor perikanan yang mencapai Rp 30 triliun. Karena kontribusinya besar, DKP pun serius mengembangkan kluster rumput laut, mulai budidaya sampai industri pengolahan. Untuk mendorong ekspor rumput laut dalam bentuk olahan, "Nanti, kami akan melarang ekspor primer," ucap Martani.

Komisi Rumput Laut Indonesia (KRLI) mengakui, saat ini ekspor rumput laut masih gelondongan. Karena itu, komisi menyambut baik rencana pemerintah mengembangkan kluster. Sistem kluster diharapkan bisa mengontrol mulai dari bibit, pengeringan, sampai pemasaran. "Sistem kluster juga bisa mendorong daerah mempunyai merek rumput laut yang dihasilkan, sehingga harganya lebih mahal," kata W. Farid, Ketua Komisi KRLI.
Di input oleh irsyadi

Seawed

RI-Korea Kembangkan Biofuel Rumput Laut
Jumat, 13 Mar 2009 - Sumber: Nurul Hidayati - detikNews - Baca 59 x - Baca: Mar 15 2009
Print
Rumput laut tak hanya sehat untuk disantap, tapi juga bisa diolah sebagai sumber energi (biofuel).

Pemerintah Korea dan Indonesia sepakat untuk mengembangkan teknologi ini. Kerjasama ini juga diharapkan dapat dijalin meliputi tukar-menukar peneliti atau tenaga ahli lainnya, pengembangan SDM, termasuk diklat dan pemberdayaan masyarakat pesisir, penelitian dan pengembangannya. Bahkan termasuk pula untuk mendorong kerjasama kalangan swasta kedua negara, dalam bidang budidaya dan pengolahan rumput laut.

Area kerjasama tersebut termuat dalam Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang ditandatangani oleh Widi Agoes Pratikto, Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan, dengan Kyoung-hoan Na, President Korea Institute of Industrial Technology (KITECH), sebuah Badan Pemerintah yang berfungsi mengembangkan teknologi.

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Perdagangan, adapun dari Korea oleh Menteri Perekonomian Berbasis Pengetahuan (Minister of Knowledge Economy).

Acara berlangsung di sela-sela Indonesia-Korea CEO Business Dialog yang diselenggarakan oleh KADIN dan KCCI (Korea Chamber of Commerce and Industry) pada hari Sabtu, 7 Maret 2009 di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta.

Bentuk kerjasama yang paling kongkrit diharapkan dalam bidang bio-fuel dari rumput laut, sebagaimana hasil pembicaraan kunjungan pendahuluan Kepala Pusat Data dan Informasi DKP, Soen'an Hadi Poernomo, ke Korea pada akhir tahun lalu. Hal ini merupakan salah satu wujud nyata implementasi Visi Nasional Korea, yakni 'Low Carbon, Green Growth', sebagaimana yang dicanangkan oleh Presiden Lee Myung-bak pada HUT Republik Korea ke-60 tahun, tanggal 20 Agustus 2008 yang lalu.

Green Growth menjadi penggerak utama perubahan di Korea, dimulai dari kebijakan perekonomian sampai menjadi gaya hidup masyarakat. Konsepnya telah diintegrasikan ke dalam rencana nasional Korea, seputar energi dan perubahan iklim.

Pemakaian rumput laut sebagai sumber energi memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan biofuel yang terambil dari bahan nabati daratan, seperti tebu, jagung, kelapa sawit, singkong dan lain-lain.

Lahan di darat semakin sempit bersaing dengan peruntukan lahan bagi program ketahanan pangan dan pemukiman. Usaha biofuel ini bila pengembangannya menggunakan lahan hutan, tentu berimplikasi terhadap iklim global pula. Adapun rumput laut, hijaunya di sepanjang pantai diharapkan memiliki peran positif terhadap lingkungan.
Di input oleh Irsyadi